Asslamu’alaikum Wr.Wb.
Apakah saldo tabungan itu wajib zakat? Ketentuan zakat apa yang diberlakukan, apakah tariff yang menjadi wajib zakat dibebankan kepada saldo, atau bagi hasil, atau keduanya? Bagaimana jika tabungannya di bank konvensional, apakah juga wajib zakat termasuk bunganya?
Hamba Allah
Wa’alaikumssalam Wr.Wb.
Saat ini tabungan menjadi pilihan penempatan dana, baik sebagai kebutuhan penyediaan dana darurat karena dianggap dana likuid atau juga untuk kebutuhan investasi bagi sebagian masyarakat.
Tabungan itu wajib zakat jika saldo tabungan dan bagi hasilnya telah mencapai minimum senilai 85 gram emas dan dikeluarkan 2,5% sebagai zakat setelah melewati 12 bulan (tabungan tersebut ada dalam kepemilikannya selama 12 bulan), atau dengan rumus saldo tabungan ditambah bagi hasil, dikali 2,5%. Jika tabungannya di bank konvensional, maka dikurangi bunganya dan ditunaikan 2,5% sebagai zakat (saldo tabungan dikurangi bunga dikali 2,5%), di mana bunga atas penempatan tabungan tersebut adalah dana non halal yang disalurkan sebagai dana social.
Misalnya, pada tanggal 01 januari, si A menepatkan dananya di bank syariah sebesar Rp. 80juta ditbungan bank syariah, kemudian pada bulan Agustus ditahun yang sama saldo tabungan dengan bagi hasilnya mencapai Rp. 100 juta. Jika di bulan Agustus di tahun berikutnya mencapai Rp. 120 juta, maka wajib zakat dan dikeluarkan 2,5% (Rp. 3 juta) sebagai zakatnya. Jadi nishabnya dihitung dari sejak saldo minimumnya mencapai nishab, yaitu di bulan Agustus.
Hal ini sebagaimana dipraktikkan oleh lembaga Amil zakat pada umumnya di Indonesia, dimana ketentuan zakat yang berlaku dalam tabungan adalah ketentuan zakat emas.
Husein Syahatah; ahli akutansi syariah internasional mengkategorikan tabungan itu bagian dari Ats-Tsarwah an-Naqdhiyah (kekayaan / aset uang) seperti halnya emas, dana tunai, perhiasan, dan lainnya. (Husein Syahatah, at-Tahbiq al-Mu’ashir li az-Zakah).
Juga pemberlakuan ketentuan zakat emas dalam tabungan itu didasarkan pada karakteristik tabungan sebagai penempatan dana, yang walaupun bersifat investasi (saldo tabungan tersebut diputar oleh bank syariah sebagai modal usaha bekerja sama dengan pihak ketiga), tetapi bukan trading yang sarat dengan biaya operasional.
Dengan demikian, maka zakat yang berlaku dalam tabungan (al-Wada’I al-Istitsmariyyah) adalah ketentuan zakat emas, bukan ketentuan zakat perniagaan/perdagangan.
Pemberlakuan wajib zakat terhadap tabungan konvensional itu merujuk kepada pandangan sebagian ahli fikih kontemporer, di antaranya Husein Syahatah yang menyimpulkan bahwa saldo tabungan konvensional minus bunganya itu wajib zakat. Dan sebagaimana Fatwa DSN MUI No. 123/DSN-MUI/XI/2018 tentang penggunaan Dana yang tidak boleh diakui sebagai pendapatan bagi Lembaga Keuangan Syariah, Lembaga Bisnis Syariah, dan Lembaga Perekonomian Syariah.
Pembayaran zakat tersebut itu menjadi kewajiban nasabah sebagai pemilik dana. Tetapi dapat memberikan kuasa kepada bank syariah untuk menunaikannya.
Di antaranya tahapan perhitungan zakat tabungan adalah (a) nasabah menghitung waktu haul dari sejak tabungannya mencapai nishab senilai minimum 85 gram emas. (b) Menghitung dan mengumpulkan jumlah tabungan beserta aset-aset lain yang sejenis jika ada seperti emas dan dana tunai, kemudian divaluasi berdasarkan harga pasar saat wajib zakat. (c) Dikeluarkan 2,5%.
Sebagaimana Nadwah Qadhaya Zakat ke-XIV:
‘’Zakat tabungan itu harus ditunaikan oleh para nasabah di bank syariah apabila tabungannya mencapai nishab atau sebagiannya setelah digabung dengan asetnya yang lain yang sejenis seperti dana tunai, saham, dan sukuk itu mencapai nishab. Ketentuan tersebut berlaku baik tabungan yang dimaksud itu bisa ditarik ataupun tidak, di mana ia berniat investasi jangka panjang atau nasabah hanya menarik keuntungannya saja.’’
Zakat tabungan khususnya di bank syariah tersebut menjadi kekhasannya dan kelebihannya. Dengan zakat tersebut, berharap dana tersebut itu berkah bagi para nasabah, bank syariah, dan masyarakat pada umumnya.
Wallahu’alam.