Di sekitar kita masih banyak sekali ditemukan dhuafa yang sangat membutuhkan bantuan kita. Apakah masyarakat Muslim Indonesia wajib menyalurkan zakatnya secara langsung atau melalui Lembaga Zakat?

Prioritasnya berzakat melalui lembaga zakat yang amanah dan profesional untuk disalurkan kepada mustahik agar donasi yang terbatas ini bisa diterima pihak dhuafa yang paling membutuhkan. Karena faktanya, nash dan sirah memerintahkan setiap donasi dikelola oleh petugas (amil) zakat. Dari aspek fikih muwazanah, donasi terbatas yang tidak sebanding dengan jumlah dhuafa. Oleh karena itu, memastikan bahwa setiap donasi hanya diberikan kepada dhuafa yang paling membutuhkan menjadi keniscayaan.
Kesimpulan ini berdasarkan telaah terhadap nash, sirah, dan fatwa sahabat, di antaranya adalah firman Allah SWT:
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Artinya: “Sesungguhnya, zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdeka-kan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. At-Taubah: 60).
Lafadz ‘amilin dan faridhatan mina Allah dalam ayat di atas menunjukkan bahwa pengelolaan zakat menjadi kewenangan ulil amri atau lembaga zakat yang mendapat izin dari otoritas.